Dapatkah kebaikan itu diusahakan dan dipelajari? Kebaikan barulah sejati kalau menjadi sifat, seperti harum pada bunga. Kebaikan yang telah berada dalam diri manusia menuntun semua gerak-geri perbuatan si manusia itu sehingga segala yang dilakukanpun tentu baik tanpa disedari lagi itu adalah kebaikan. Sebaliknya, kebaikan yang dipelajari, dilatih dan diusahakan, hanyalah akan menjadi pengetahuan belaka dan kalaupun ada perbuatan yang dianggap baik oleh orang yang memaksakan kebaikan dalam perbuatannya, kebaikan itu hanyalah menjadi suatu cara untuk mencapai suatu tujuan dan kerananya menjadi kebaikan palsu. Seperti topeng belaka. Kalau kita melakukan sesuatu yang kita anggap suatu kebaikan, tentu tersembunyi balasan tertentu, baik balasan lahir maupun batin di balik perbuatan yang kita lakukan itu.
Kebaikan yang diusahakan, yang berbalasan, bukanlah kebaikan namanya, melainkan palsu, hanya merupakan cara atau jambatan untuk memperoleh yang dibalasankan tadi. Kebaikan seperti itu serupa dengan seorang anak yang menyapu lantai dengan tekun dan bersih, namun pekerjaannya itu dilakukan kerana dia mengingat ibunya akan memujinya, ayahnya tidak akan memarahinya kalau dia menyapu dengan baik. Baginya yang penting bukanlah menyapu lantai dengan bersih, melainkan ingin dipuji ibunya dan agar tidak dimarahi ayahnya. Sungguh jauh bezanya dengan kalau anak itu menyapu lantai dengan bersih kerana memang dia CINTA AKAN PEKERJAANNYA ITU, kerana dia memang suka melakukan pekerjaan itu tanpa balasan apa-apa, bahkan dia tidak ingat lagi dia melakukan itu.
Kebaikan adalah suatu sifat. Tidak dapat diusahakan atau dilatih. Yang penting adalah mengenal diri sendiri, membuka mata memandang keadaan diri sendiri. Kalau kita ingin menjadi orang baik, hal ini terdorong oleh kenyataan kita tidak baik, bukan? Daripada mengejar kebaikan, lebih baik kita menyedari akan ketidakbaikan kita, akan kekotoran kita. Kesedaran dengan pengertian mendalam ini akan menghentikan segala ketidakbaikan dan kekotoran itu, dan kalau sudah tidak ada ketidakbaikan lagi di dalam diri kita, perlukah kita berusaha menjadi baik? Kalau sudah tidak ada kekotoran di dalam diri kita, perlukah kita mencari kebersihan? Tidak perlu lagi, kerana baik dan bersih itu sudah menjadi sifat setelah kejahatan dan kekotoran lenyap.
Kho Ping Hoo